PENGANTAR PENDIDIKAN

BAB. I
Pengertian, objek serta Proses Pendidikan
A. Pengertian Pendidikan
1. Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan suatu usaha untuk membina keperibadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. H.1
2. Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
3. Langeveld: pendidikan merupakan usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
4. John Dewey: pendidikan merupakan proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia.h. 2
5. J.J. Rousseau: pendidikan memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
6. Driyarkara: pendidikan merupakan pemanusian manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.
7. Carter V. Good: a. Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching. The systematized learning or intructioan concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; largely replaced by the term education.
8. Ahmad D. Marimba. Pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama.
9. Ki Hajar Dewantara. Pendidikan merupakan tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.
10. Menurut undang-undang no 2 th 1989. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan pesdik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
11. menurut UU no 20 th 2003. pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesdik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memili kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan:
a. seni, praktik atau profesi sebagai pengajar,
b.ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan binbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.
Unsur-unsur dalam pendidikan adalah:
a. Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar;
b. Ada pendidik, pembimbing;atau penolong;
c. Ada yang didik
d. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan;
e. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Beberapa pengertian dasar batasan-batasan pendidikan yang perlu dipahami sebagai berikut:
1. pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik berlansung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa susila.
2. pendidikan merupakan perbuatan manusiawi.
3. pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik.
4. tindakan atau perbuatan mendidik menuntun anak didik mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan hal ini tanpak pada perubahan-perubahan dalam diri anak didik.
Pendidikan lebih tua dibandingkan ilmu pendidikan, sebab pendidikan telah ada sebelum ilmu pengetahuan.

Pengertian ilmu pendidikan:
1. Prof. Dr. N. Driyarkara; pemikiran ilmiah tentang realitas yang disebut pendidikan (mendidik dan dididik).
2. Prof. M. J. Langeveld; Paedogogic atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
3. Dr. Sutari Imam Barnadib; ilmmu pendidikan mempelajari suasana dan proses-proses pendidikan.
4. Prof. Brodjonegoro; ilmu pendidikan merupakan teori pendidikan, perenungan, tentang pendidikan.
B. Objek Pendidikan
C. Faktor-faktor Pendidikan
Dalam proses perkembangan pemikiran pendidikan di dunia barat, kegiatan pendidikan berkembang dari konsep paedagogi yang merupakan kegiatan pendidikan ditujukan hanya kepada anak yanng belum dewasa, menjadi andragogi yang merupakan kata dasar andro artinya laki-laki yang rupanya seperti perempuan, selanjutnya education yang berfungsi ganda, yakni “transfer of khnowledge” di satu sisi dengan “making scientific attitude” pada sisi yang lain.
Menurut Sutari Imam Barnadib, bahwa perbuatan mendidik dan dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan;
1. adanya tujuan yang hendak di capai
2. adanya subjek manusia
3. yang hidup bersama dalam linkungan hidup tertentu
4. yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan.
1. faktor tujuan; “ mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
a. Fungsi Tujuan bagi Pendidikan;
1) Sebagai arah pendidikan
2) Tujuan sebagai titik akhir
3) Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujujan lain
4) Memberi nilai pada usaha yang dilakukan
b. Macam-macam Tujuan Pendidikan
1) Tujuan umum, yang menjiwai pekerjaan mendidik dalam segala waktu dan keadaan, dirumuskan dengan memperhatikan hakikat kemannusian yang univesal.
2) Tujuan khusus, diantaranya: terhadap perbedaan individu anak didik, perbedaan lingkungan keluarga dan masyarakat, perbedaan yang berhubungan dengan tugas lembaga pendidikan, perbedaan yang berhubungan dengan pandangan atau falsafah hidup suatu bangsa.
3) Tujuan tak lengkap, yang merupakan tujujan yan g hanya mencangkup satu aspek tujuan saja
4) Tujuan sementara, tujjuan pertingkat sesuai denga jenjang pendidikan
5) Tujuan insidentil, tujuan yang bersifat sesaat karena adanya situasi yang terjadi secara kebetuilan, kendatipun demikian tujuan ini tak terlepas dari tujuan umum.
6) Tujuan intermedier; tujuan perantara
Kemudian, dalam hubungannya dengan hierarki tujuan pendidikan, dibedakan macam-macam tujuan yaitu; nasional, institusional, kurikuler dan instruksional.
2. Faktor Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik. Dwi Nugroho Hidayanto menginventarisasi bahwa pengertian pendidik ini meliputi: a, orang dewasa, b, orang tua, c, guru, d, pemimpin masyarakat, e, pemimpin agama. Karakteristik pribadi dewasa susila, yaitu; mempunyai individualitas yang utuh, mempunyai sosialitas yang utuh, mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusian, bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai atas tanggung jawab sendiri demi kebahagian dirinyya dan kebahagian masyarakat atau orang lain.
Orang dewasa dapat disifati secara umum melalui gejala-gejala kepribadiannya, yaitu; a, telah mampu mandiri, b, dapat mengambil keputusan batin sendiri atas perbuatannya, c, memilki pandangan hidup, dan prinsip hidup yang pasti dan tetap, d, kesanggupan untuk ikut serta secara konstruktif pada matra sosio kultural; e, kesadaran akan norma-norma; f, menunjjukkan hubungan pribadi dengan norma-norma.
a. Beberapa Karakteristik Pendidik.
1. Kematangan diri stabil
2. kematangan sosial yang stabil,
3. kematangan profisional,
b. Guru sebagai Pendidik Formal.
Di dalam UU Pokok Pendidikan No.4 tahun 1950 Pasal 15 ditetapkan bahwa: syarat-syarat menjadi guru, selain ijazah, dan syarat-yarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran, yaitu: syarat profisional (ijazah), syarat biologis (Kesehatan jasmani), syarat psikologis (kesehatan mental); syarat paedagogis-didaktis (pendidikan dan pengajaran).Persyaratan pribadi adalah: berbudi pekerti luhur, kecerdasan yang cukup, temperamen yang tenang dan kestabilan dan kematangan emosional. Persyaratan jabatan pengetahuan tentang manusia dan masyarakat, dasar fundamental jabatan profesi, keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan, dalam kepemimpinan, filsafat pendidikan yang pasti.h. 20
c. Orang tua sebagai Pendidik di Rumah
Maa min mauluudin yuuladu a’la fitrah……………….,
3. faktor Anak Didik
Karakteristiknya adalah: belum memiliki pribadi dewasa, masih menyempurnakan aspek kedewasaannya, memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu.
4. faktor Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya pendidikan tertentu.
a. Macam-macam alat pendidikan dari segi wujud: perbuatan pendidik dan benda-benda. Dari tiga sudut pandang: pengaruh terhadap tinngkah laku anak didik, akibat tindakan terhadap perasaan anak didik dan bersifat melindungi anak didik.h. 26
b. Dasar-dasar Pertimbangan penggunaan alat adalah tujuan yang ingin dicapai, orang yang menggunakan alat, untuk siapa alat itu digunakan, efektifitas penggunaan alat tersebut dengan tidak melahirkan efek tambahan yang merugikan. H.28
Penggunaan alat pendidikan,tampak dalam bentuk tindakan: teladan, anjuran, suruhan dan perintah, larangan, pujian dan hadiah, teguran, peringatan dan ancaman, hukuman didasari tiga prinsip kenapa diadakan; karena adanya pelanggaran, adanya kesalahan yang diperbuat, dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran.
5. faktor Lingkungan, menurut Sartain (ahli Psikologi Amerika), lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau llife processes. Pada dasarnya mencakup tempat, kebudayaan dan kelompok hidup bersama.

Pendidikan dalam arti luas

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959:44) mengemukakan :
But to see education as a process of growth and development taking place as the result of the interaction of an individual with his environment, both physical and sosial, beginning at birth and lasting as long as life it self a process in which the social heritatage as a part of the social environment becomes a tool to be used toward the development of the best and ost intelligent person possible, me and women who will promote human welfare, that is to see the educative process as philosophers and educational reformers conceived.
Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepajang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuata sepiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima
pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hanyat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolaan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Kedua bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia, tanggung jawab orang tua, tanggung jawab masyarakat dan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah tidak boleh memonopoli segalanya. Bersama keluarga dan masyarakat, pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Henderson (1959) mengemukakan bahwa pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang “tidak boleh” tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Bagi orang dewasa ilmu pendidikan yang mengkajinya disebut “andragogi”, yang berasal dari bahasa Yunani “andr” dan “agogos”. Dalam bahasa Yunani, “andr” berarti orang dewasa dan “agogos” berarti memimpin atau membimbing. Kniwles (1980) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu warga belajar (orang dewasa) untuk beljar. Berbeda dengan pedagogi yang dapat diarti sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak. Orang dewasa, tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, melainkan dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia melakukan peran- pera sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa bila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran perserta didik (warga belajar) dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam kegiatan belajar. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran ,melibatkan warga belajar. Keterlibatan diri warga belajar adalah kunci keberhasilan pendidikan orang dewas. Untuk itu sumber belajar hendaknya mampu membantu warga belajar untuk :
a. mengidentifikankan kebutuhan,
b. merumuskan tujuan belajar,
c. ikut serta memikul tanggung awab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajr dan,
d. ikut serta dalam mengevalusi kegiatan belajar.
3. Mendidik, mengajar dan melatih
Pendidikan pada hakekatnya mengandung tiga unsur, yaitu mendidik, mengajar, dan melatih.
Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Secara sepintas bagi orang awan mungkin akan dianggap sama artinya. Dalam praktek sehari-hari di lapangan,kita sering mendengar kata-kata seperti: pendidikan olah raga, pengajaran olah raga, latihan olah raga; pendidikan kemiliteran, pengajaran kemiliteran, latihan kemiliteran, dan sebagainya.
Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar kata-kata lain yang sering dipakai, seperti memelihara anak dan mengurus anak. Memelihara anak dapat diartikan memberi perlindungan
kepada anak supaya lestari hidupnya. Katamemelihara kadang-kadang dapat dihubungkan dengan kata-kata memelihara ayam, memelihara anjing, memelihara ternak. Oleh karena itu sebaiknya kata itu jangan dipakai terhadap anak manusia. Lebih baik dipakai kata-kata “mengurus anak”, tetapi “mengurus anak” tidak dapat disamakan dengan kata “mendidik anak”. Mendidik menurut Darji Darmodiharjo menunjukkan usaha yang lebih ditunjukkan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lain-lain.
Mengurus anak dapat diartikan mengurus segala kebutuhan hidup anak, seperti menberi ank makan dan pakaian, mengurus kesehatannya, setiap hari dimandikan, jika sakit dirawat dan sebagainya, namun perkataan mendidik ank tidak dapat diindentikan (disamakan) dengan mengurus anak. Mengurus anak lebih banyak berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, mendidik anak menyangkut seluruh kepribadian anak.
Mengajar bearti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berpikirnya. Disebut juga pendidikan intelektual. Intelek anak adalah kemampuan anak berpikir dalam berbagai bidang kehidupan. Jelas bahwa pengajaran atau pendidikan intelektual merupakan bagian dari seluruh proses pendidikan, atau
pengembangan mempunyai arti lebih sempit dari penddikan.
Lebih sempit lagi adalah kata latihan, seperti latihan mengambar, latihan menembak. Latihan ialah usaha untuk memperoleh ketrampilan dengan melatihkan sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi mekanisasi atau pembiasaan. Latihan dapat kita terapkan terhadap hewan, misalnya melatih anjng herder,melatih singa didalam sirkus, atau melatih lumba-lumba supaya dapat menjawab suatu soal hitungan yang seperti 3x4=12. Bagi hewan tidak bisa menggunakan istilah pendidikan gajah (yang berarti mendidik, mengajar dan melatih gajah, namun yang tepat adalah melatih gajah.
Proses belajar yang menyangkut intelek atau pikiran, hanya dapat diterapkan pada anak manusia. Ini berarti berada dalm taraf kegiatan yang lebih “rendah” dari proses belajar, sedangkan belajar berada dalam kegiatan yang lebih “rendah” dari proses mendidik. Pendidikan anak manusia meliputi seluruh ketrampilannya. Latihan menyngkut segi jasmani-rohaninya, atau dengan istilah teknis, menyangkut segi psikomotoris kepribadian.
Tujuan dari tiga jenis kegiatan itu juga berbeda. Tujuan mendidik ingin mencapai kepribadian yang terpadu, yang terintegrasi, yang sering dirumuskan untuk mencapai kepribadian yang dewasa.
Para akhli ilmu mendidik telah bersepakat, bahwa tujuan memendidik ialah untuk mencapai kedewasaan.tetapi apa arti kedewasaan itu, dan lebih umum lagi, apa tujuan pendidikan itu dalam arti yang sebenarnya, memerlukan pembahasan yang khusus (dibahas dalam tujuan pendidikan), karena masalahnya tidak semudah seperti kita duga. Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelek anak ialah supaya anak kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir abstrak logis, obyektif, kritis, sistimatis analitis, sintesis, integratif,dan inovatif. Apa arti hal-hal itu sebenarnya, akan dapat kita temukan dalam bab mengenai pendidikan sekolah.
Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu. Keterampilan adalah sesuatu perbuatan yang berlangsung secara mekanis, yang mempermudah kehidupan sehari- hari dan dapat pula membantu proses belajar seperti kemampuan berhitung, membaca, mempergunakan bahasa, dsb. Baik keterampilan maupun kemampuan berpikir akan membantu proses pendidikan, yang menyangkut pembangunan seluruh kepribadian seseorang. Jika kita perhatiankan, kita temukan gejala mendidikan dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak (yang belum dewasa). Tetapi tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dan anak mengandung arti mendidik, seperti misalnya bila seorang yang sedang berusaha supaya dagangannya (kueh) laku dibeli oleh anak sekolah. Bahkan pergaulan antara orang dewasa dan anak kadang-kadang tidak membawa anak ketingkatan yang lebih tinggi, misalnya bila ada seorang dewasa memcoba menjualan gambar-gambar porno kepada anak-anak. Pendidikan (pedagogik) hanya ditujukan terhadap anak ang belum dewasa oleh orang yang telah mencapai kedewasaan dengan tujuan yang positif dan konstruktif, ialah supaya anak itu mencapai kedewasaan. Jika tujuannya negatif dan tidak konstruksitif sehingga destruktif (destruktif = merusakkan), hal itu tidak dapat kita sebutkan pendidikan (pedagogi), namun disebut
“demagogi”.
Dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak yang bertujuan mendewasakan anak, kita temukan bahwa pergaulan tersebut mempunyai pengaruh tertentu terhadap anak, walaupun tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dan anak mempunyai pengaruh. Istilah pendidikan dipergunakan khusus terhadap pergaulan yang berpengaruh positif terhadap anak oleh orang dewasa, sehingga pendidikan akan berakhir bila anak didik telah mencapai kedewasaannya.
Tujuan pendidikan untuk mencapai kedewasaan, oleh Hoogvled diartikan “secara mandiri dapat melaksanakan tugas hidupnya”. Oleh Langeveld, kedewasaan diartikan “kemampuan menentukan dirinya sendiri secara mandiri atas tanggung jawab sendiri. Anak hidup dalam berbagai situasi yang mengandung segala kemungkinan, karena ia selalu memperoleh pengaruh oleh berbagai faktor, bukan saja dirumah, disekolah, melainkan juga dalam masyarakat secara luas serta karena pengaruh alam sekelilingnnya. Majalah, harian dan buku-buku dibaca anak, film yang dilihatnya. Kawan-kawan sepermainan, sawah, ladang atau laut yang mengelilinginya, semuanya berpengaruh terhadap perkembangannya. Tetapi segala pengaruh tersebut walaupun bersifat positif dan konstruktif, tak dapat disebut pendidikan. Bila ada pendapat, bahwa segala pengaruh positif disebut pendidikan, pendapat itu dapat disebut “panpedagogisme”.
Pendidikan dalam arti ilmu mendidik, hanya kita batasi pada pengaruh yang dengan sengaja diusahakan oleh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa, sedangkan pengaruh itu harus bersifat positif dan konstruktif. Sebagai kesimpulan dapat dipertegas apa arti mendidik.
Mendidik ialah membimbing anak yang belum dewasa supaya anak mencapai kedewasaannya. Bimbingan itu dilaksanakan oleh orang yang telah dewasa.

D. Proses Pendidikan
Proses Pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualtas pengelolaaannya, pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso dan mikro. Adapun tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yatiu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.

Proses Pendidikan melibtakan beebrapa hal sebagai berikut :
1. Subjek yang dibimbing ( peserta didik)
2. Orang yang emmbimbung ( pendidik)
3. Interkasi antara peserta didik dengan pendidik(interaksi edukatif)
4. Kearah mana bimbingan ditujukan (tujuan Pendidikan )
5. Pengaruh yang diberikan alam bimbingan( materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan Metode0
7. Tempat, dimana peristiwa bimbingan berlangsung ( lingkungan pendidikan )

Penjelasan
1. Peserta didik
Peserta didim berstatus sebagai subjek didik, pandanagn modern cendrung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom yang ingin diakui keberdaaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :
a. Individu yang memiliki potensi dan psikis yang khas , sehingga merupakan insan yang unik
b. Individu yang sedang berkembang
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakukan manusiawi
d. Individu yang emmiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Orang yang membimbing ( Pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik, peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orng tua . guru. Pemimpn program pembelajaran latihan dan masyarakat.
3. Interaksi antra peserta dengan pendidik( interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan . Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses komunikasi intensif dengan mamanipuasi isi, metode, serta lata-alata pendidikan.
4. Arah Bimbingan di tujukan ( tujuan Pendidikan )
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alata preventif dan yang kuiratif.
b. Tempat peristiwa bimbingan belangsung (lingkungan pendidikan )

Lingkungan pendidikan biasanya disebut Tri Pusat Pendidikan yaitu Keluarga, sekolah dan masyarakat.
Proses Pendidikan
Pendidikan merupakan proses transformasi budaya. Pendidikan merupakan proses pewarisan budaya, dan sekaligus pengembangan budaya. Education enables people and societies to be what they can be. Pendidikan membuat manusia dan masyarakat menjadi apa yang mereka inginkan. Demikian Bill Richardson berpesan kepada kita.
• Untuk mewariskan budaya tersebut, proses pendidikan dilakukan melalui tiga upaya yang saling kait mengait, yaitu: (1) pembiasaan (habit formation), (2) proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan (3) keteladanan (role model). Secara lebih lengkap, bacalah tulisan Fuad Hassan, mantan Mendikbud, dalam buku referensi Pendidikan Manusia Indonesia (Widiastono, 2004: 52).
• Immanuel Kant menyebutkan bahwa manusia merupakan animal educancum dan animal educandus, mahluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Oleh karena itu, maka sama sekali tidak benar jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa “anak itu tidak dapat dididik”. Tidak! Proses dan metode yang digunakanlah yang kemungkan tidak tepat digunakan. Justru anak manusia akan menjadi manusia jika melalui proses pendidikan, melalui ketiga upaya tersebut.
• Manusia adalah pengemban budaya (culture bearer), dan dia akan mewariskan kebudayaannya tersebut kepada keturunannya. Proses pendidikan tidak lain merupakan proses transformasi budaya, yakni proses untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda.
• Pengertian pendidikan jauh lebih luas dari pengertian pengajaran. Proses pendidikan bukan hanya sebagai pengalihan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik (transfer of knowledge and skills) tetapi juga pengalihan nilai-nilai sosial dan budaya (transmission of social and culture values and norms). Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang hal ini, cobalah buat tabel yang membedakan antara keduanya. Baca buku referensi, dan cari materi yang terkait dengan perbedaan pendidikan dan pengajaran.
Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Pendidikan anak usia dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab sepenuhnya orang tua, apakah anak itu mau diarahkan Yahudi, Majusi, atau nashrani, atau Islam. pertanyaannya bagaimana kalau kedua orang tuanya sibuk bekerja
Pendidikan dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun
Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh [[perguruan tinggi Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA
Materi pendidikan
Materi Pendidikan harus disajikan memenuhi nilai-nilai hidup. nilai hidup meliputi nilai hidup baik dan nilai hidup jahat. penyajiannya tidak boleh pendidikan sifatnya memaksa terhadap anak didik, tetapi berikan kedua nilai hidup ini secara objektif ilmiah. dalam pendidikan yang ada di Indonesia tidak disajikan nilai hidup, sehingga bangsa Indonesia menjadi kacau balau seperti sekarang in
Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.
Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.
Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.
Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Jenis pendidikan
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).
Kualitas pendidikan
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan -- khususnya di Indonesia -- yaitu:
• Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
• Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Penjelasan Definisi
• Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja.
• Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.
• Perubahannya tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku.
• Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
• Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima - hadiah atau hukuman - sebagai konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
Istilah lain peserta didik
Siswa
Siswa / Siswi istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Mahasiswa
Mahasiswa/Mahasiswi istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.
Warga Belajar
Warga belajar istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), baik Paket-A, Paket-B, Paket-C
Pelajar
Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat dasar maupun pendidikan formal tingkat menengah.
Murid
Murid istilah lain peserta didik.
Santri
Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya pesantren atau sekolah-sekolah salafiyah












BAB. II
HAKIKAT MANUSIA DAN PROSES SERTA LEMBAGA PENDIDIKAN
A. Hakikat Manusia
1. Hakekat Manusia
a. Manusia sebagai makhluk Tuhan mempunyai kebutuhan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia membutuhkan lingkungan hidup berkelompok untuk mengembangkan dirinya.
c. Manusia mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan kebutuhan-kebutuhan materi serta spiritual yangharus dipenuhi.
d. Manusia itu pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat mendidik diri sendiri.
2. Hakekat Masyarakat
a. Kehidupan masyarakat berlandaskan sistem nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya yang dianut warga masyarakat ; sebagian daripada nilai-nilai tersebut bersifat lestari dan sebagian lagi terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
b. Masyarakat merupakan sumber nilai-nilai yang memberikan arah normative kepada pendidikan.
c. Kehidupan bermasyarakat ditingkatkan kualitasnya oleh insane-insan yang berhasil mengembangkan dirinya melalui pendidikan.
3. Hakekat Pendidikan
a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupoan pribadi dan masyarakat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.
4. Hakekat Subjek Didik
a. Subjek didik betanggungjawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.
b. Subjek didik memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing subjek didik merupakan insane yang unik.
c. Subjek didik merupakan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi.
d. Subjek didik pada dasarnya merupakan insane yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya.
5. Hakekat Guru dan Tenadga Kependidikan
a. Guru dan tenaga kependidikan merupakan agen pembaharuan.
b. Guru dan tenaga kependidikan berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat.
c. Guru dan tenaga kependidikan sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subjek didik untuk belajar.
d. Guru dan tenga kependidikan bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar subjek didik.
e. Guru dan tenaga kependidikan dituntut untuk menjadi conoh dalam pengelolaan proses belajar-mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek didiknya.
f. Guru dan tenaga kependidikan bertanggungjawab secara professional untuk terus-menerus meningkatkatkan kemampuannya.
g. Guru dan tenaga kependidikan menjunjung tinggi kode etik profesional.
6. Hakekat Belajar Mengajar
a. Peristiwa belajar mengajar terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
b. Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi dan media/teknologi pendidikan yang tepat.
c. Program belajar mengajar dirancang dan diimplikasikan sebagai suatu sistem.
d. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang didalam pelaksanaan kegiata belajar-mengajar.
e. Pembentukan kompetensi profesional memerlukan pengintegrasian fungsional antara teori dan praktek serta materi dan metodelogi penyampaian.
f. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap, mulai dari pengenalan medan, latihan keterampilan terbatas sampai dengan pelaksanaan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara lengkap aktual.
g. Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan profesional adalah pendemonstrasian penguasaan kompetensi.
h. Materi pengajaran dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.
7. Hakekat Kelembagaan
a. LPTK merupakan lembaga pendidikan profesional yang melaksanakan pendidikan tenaga kependidikan dan pengembangan ilmu teknologi kependidikan bagi peningkatan kualitas kehidupan.
b. LPTK menyelenggarakan program-program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat baik kualitatif maupun kuantitatif.
c. LPTK dikelola dalam suatu sistem pembinaan yang terpadu dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan.
d. LPTK memiliki mekanisme balikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas layanannya kepada masyarakat secara terus-menerus.
e. Pendidikan pra-jabatan guru merupakan tanggungjawab bersamaantara LPTK dan sekolah-sekolah pemakai (calon) lulusan.
Catatan : Pendidikan berdasarkan kompetensi bagi tenaga kependidikan lainnya memerlukan perangkat asumsi yang berbeda.
Secara visual beberapa asumsi tersebut diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

B. Peranan Pendidikan di Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan suatu institusi awal bagi setiap individu manusia belajar dan berinteraksi dengan sesamanya. Sebagai suatu institusi tentunya dalam sebuah keluarga disepakati adanya aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dikembangka Keluarga yang dimaksud disini, adalah keluarga inti yang terdiri dari Ayah, Ibu dan anak. Sebagaimana budaya ke-Timuran yang menganut asas patriakal, bahwa yang menjadi nahkoda (kepala) dalam sebuah keluarga inti adalah seorang Ayah. Karena dialah yang bertanggung jawab untuk menafkahi seluruh anggota keluarga dan juga bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarga secara utuh, termasuk mendidik anak. Dalam menjalankan perannya sebagai kepala keluarga, khususnya sebagai pendidik anak, seorang Ayah akan bekerja sama dengan istrinya, yang dalam hal ini adalah ibu dari anak-anaknya.


Selanjutnya Ayah dan Ibu disebut dengan orang tua yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap tumbuh kembang buah hatinya hingga mengantarnya ke gerbang kedewasaan dengan mampu berpikir, bertindak dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat/lingkungannya dan terhadap Tuhan Penciptanya.

Bukan suatu yang berlebihan jika semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Semua orang tua mengharapkan kebahagiaan bagi anak-anaknya, baik untuk kehidupannya saat ini, dan kelak ketika si anak sudah dewasa. Bagaimana para orang tua dapat mewujudkan harapannya ini? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini, mengingat masih banyaknya kasus yang menunjukkan kegagalan orang tua dalam mendidik anaknya.

Untuk itulah kehadiran tulisan ini kiranya dapat dijadikan bahan renungan oleh para orang tua guna mencari model dalam mendidik anak-anaknya, demi terwujudnya harapan membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas secara utuh, yaitu memiliki iman dan taqwa, etika, rasa tanggung jawab serta menguasai pengetahuan dan teknologi.


II. MAKNA PENDIDIKAN KELUARGA

Kita ketahui bersama bahwa ada 3 (tiga) faktor determinan dalam proses pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga menjadi faktor utama dan pertama serta sangat penting dalam proses pendidikan anak. Jika pada proses awal pendidikan anak ini terdapat kesalahan, maka akan berdampak pada proses pendidikan berikutnya baik di sekolah maupun di masyarakat.

Kondisi faktual, bahwa di sekitar kita terdapat banyaknya anak-anak yang terlibat pada perilaku yang menyimpang. Ada kehidupan berkelompok dengan menamakan diri “Geng” tertentu yang mengakibatkan terjadinya tawuran antar pemuda atau pelajar/siswa, ada pula kelompok anak-anak yang melakukan vandalisme terhadap lingkungan sekitarnya atau ada juga kelompok anak-anak yang yang bersifat asosial dan selalu membuat keonaran di masyarakat baik dengan motor racing nya atau dengan sikap kriminalnya yang mabuk-mabukan dan melakukan sesuatu yang melanggar etika, norma atau hukum yang berlaku.

Banyaknya pula anak-anak yang membolos dari sekolah dan hanya duduk-duduk/nongkrong di pinggir jalan, atau jalan-jalan ke mall, diskotik dan lain sebagainya. Pertanyaannya : mengapa mereka melakukan demikian ?
Secara filosofis mengatakan bahwa perilaku menyimpang anak-anak itu lebih dominan didorong oleh kurangnya didikan orang tua. Apabila orang tua si anak memberikan didikan dan pengajaran yang baik semenjak bayi tentunya berdampak positif dengan perkembangan anak termasuk berpengaruh positif terhadap prestasi belajar di sekolah maupun interaksi dengan masyarakat sekitarnya. Keluargalah yang menjadi dasar perkembangan kepribadian anak ke depan.

Dalam keluargalah dimulainya proses internalisasi terhadap lingkungan sekitarnya dan dimulainya proses pematangan untuk menjadi orang dewasa. Yakni orang yang mampu hidup secara baik dan benar sesuai norma yang berlaku dan memiliki hati nurani serta pedoman hidup yang jelas. Sebagaimana dikatakan oleh Sigmund Freud, bahwa lima tahun pertama kehidupan anak sejak lahir sangat menentukan perkembangan kepribadian pada umur selanjutnya. Pada lima tahun pertama anak mengalami perkembangan mulai dari fase oral ( 0-1 tahun ), fase anal ( 1-3 tahun ) dan fase falik ( 3-5 tahun ).

Fase oral yakni seorang anak mulai melakukan relasi dengan ibunya melalui menyusu. Kontak yang terjadi ini terjadi secara timbal balik, seorang anak menyusu pada ibunya dan ibunya membelai, menyanyi atau mengucapkan kata-kata penuh kasih yang secara langsung akan menciptakan rasa nyaman dan aman pada si anak dan akan mengembangkan minat si anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya serta juga akan mengembangkan intelengensia si anak.

Fase anal yakni anak mulai berlatih menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, dengan aturan yang mengatur seperti kebersihan diri dan lingkungan. Peranan Ayah sangat penting pada fase ini karena ayah mempunyai kemampuan untuk memecahkan berbagai persoalan sehingga akan mendukung pula perkembangan ego anak. Ego merupakan pusat kesadaran sehingga mampu berhadapan dengan tantangan hidup yang dihadapi.

Fase falik ( phallus = penis ) yaitu fase disaat terjadi Oedipus Complex, karena terjadi persaingan antara anak dengan ayah dalam memperoleh kasih sayang ibu. Ketika ayah akrab dengan anak laki-laki maka fase ini dapat dselesaikan dengan baik. Selain sumber kekuatan kemauan dan kesadaran (ego), ayah juga menjadi simbol hidup atas dasar hati nurani ( super ego ) yang mana super ego sangat penting bagi kehidupan manusia karena memberikan pedoman hidup dan mengarahkan anak pada cita-cita hidupnya.

Anak yang lemah super ego nya memiliki watak yang kurang kuat dan mudah goyah oleh keinginan hawa nafsu, sebaliknya anak yang kuat super ego nya sangat mungkin akan diliputi kecemasan moral atau kurang toleran terhadap lingkungan.

Mencermati fase perkembangan anak pada lima tahun pertama tentunya memberikan makna bahwa pentingnya Orang tua memahami dengan baik dan benar cara mendidik anak yang berkualitas agar dapat mengemban peran dalam mendidik secara tepat sehingga langsung maupun tidak langsung telah membantu perkembangan kepribadian anak untuk berinteraksi dengan kelompok masyarakat sekitarnya.

Keberhasilan-keberhasilan yang dicapai seorang anak baik di sekolah maupun berkarier bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan mendidik yang diperankan orang tua melainkan harus ditunjukkan pula oleh indikator lainnya, seperti indikator kecakapan hidup secara personal, yaitu: kemampuan si anak untuk beriman kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berpikir rasional, memahami diri sendiri, percaya diri, bertanggung jawab, menghargai dan menilai diri.

Juga tidak kalah penting adanya indikator kecakapan sosial, yaitu: bekerja sama, mengendalikan emosi, berinteraksi dalam budaya lokal dan global, meningkatkan potensi fisik, membudayakan sikap sportif, membudayakan sikap disiplin dan membudayakan sikap hidup sehat.

Inilah makna pentingnya pendidikan keluarga bagi perkembangan anak dan masa depan anak dalam menggumuli kehidupannya.

III. PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK


Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan ibu (orang tua) dalam mendidik anak. Apa saja yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai sebuah keluarga yang ideal dalam mendidik dan mengembangkan potensi/kemampuan anak-anak :

1. Memahami makna mendidik.

Sebagai orang tua harus memahami benar apa makna dari mendidik sehingga tidak berpendapat bahwa mendidik adalah melarang, menasehat atau memerintah si anak. Tetapi harus dipahami bahwa mendidik adalah proses memberi pengertian atau pemaknaan kepada si anak agar si anak dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara bertanggung jawab.

Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui komunikasi maupun teladan/tindakan, contoh : jika ingin anak disiplin maka orang tua dapat memberi teladan kepada si anak akan hal-hal yang baik dan beretika atau orang tua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis dengan penuh keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita mengedepankan sikap memerintah, menasehat atau melarang maka langsung ataupun tidak akan berdampak pada sikap anak yang bergaya otoriter dan mau menang sendiri. Kiranya orang tua dapat mengambil pesan moral dari sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dengan judul “Anak Belajar dari Kehidupannya”:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia akan belajar memaki / Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia akan belajar rendah diri / Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri / Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai / Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia akan belajar keadilan / Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh kepercayaan / Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia akan belajar menghargai dirinya / Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Ada hubungan kausal antara bagaimana orang tua mendidik anak dengan apa yang diperbuat anak. Atau ibaratnya apa yang orang tua tabur itulah yang nanti akan dituai. Peran orang tua dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan atau institusi formal lainnya. Karena bagaimanapun juga tanggung jawab mendidik anak ada pada pundak orang tua.

2. Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan hadiah

Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan menjanjikan hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak terhadap sesuatu hal baru dia melakuka sesuatu. Hal ini akan mematikan motivasi, kreatifitas, insiatif dan pengertian serta kemandirian mereka terhadap hal-hal yang harus dia kerjakan. Contoh : menjanjikan hadiah kalau nilai sekolahnya baik, atau mengancam tidak memberi hadiah bila nilainya rendah.

3. Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan dan selalu khawatir

Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu baginya untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang dimilikinya. Ini harus menjadi perhatian bersama karena hal tersebut dapat muncul dari sikap orang tuanya sendiri yang sadar atau tidak sadar ditampakkan pada saat interaksi terjadi antara ayah dan ibu dengan anak. Sehingga anak-anak akan termotivasi untuk mengaktualisasika potensi yang ada pada dirinya tanpa adanya tekanan atau ketakutan.

4. Memahami bahasa non verbal


Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak efektif melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan kesalahan dan memahami perasaan si anak. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahasa non verbal sebagai suatu upaya efektif untuk memahami masalah dan perasaan si anak. Bahasa non verbal adalah dengan memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman manis atau meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan si anak, sehingga si anak merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau perasaannya.

5. Membantu anak memecahkan persoalan secara bersama.

Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang tua untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu anak memecahkan persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap menjunjung tinggi kemandiriannya.

6. Menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Ayah dan Ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan kekerasan di depan anak-anak, sehingga anak-anak mencontoh dengan bertindak tidak menghargai teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula pada temannya.

Demikian beberapa hal yang mestinya dijadi perhatian oleh para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Diakui bahwa hal tersebut di atas dapat ditambahkan dengan hal lain yang positif agar menjadi perbendaharaan pengetahuan dalam mendidik, namun yang terutama dari semua itu adalah orang tua harus “bagaimana menciptakan dan membangun komunikasi yang efektif” dengan anak. Karena hal ini akan secara langsung menjaga dan memelihara kedekatan secara emosional dengan anaknya sehingga dapat mencegah perilaku menyimpang dari si anak. Dalam komunikasi juga perlu ditanamkan sikap optimisme pada anak, mengembangkan sikap keterbukaan pada anak dan perlu mengajarkan tata krama pada anak.

IV. HUBUNGAN LOGIS PENDIDIKAN KELUARGA DENGAN MASA DEPAN ANAK.

Memahami pentingnya pendidikan keluarga tersebut di atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa keberhasilan seorang anak dalam sekolah atau berkarier adalah sangat bergantung pada sejauhmana keterlibatan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Dapat digambarkan hubungan logisnya sebagai barikut :

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga sangat penting bagi masa depan anak. Masa depan yang diharapkan oleh setiap orang tua terhadap anak-anaknya adalah: memiliki pengetahuan yang memadai dan kemandirian hidup, bertanggung jawab, beretika dan bermoral, serta yang pastinya adalah dicapainya kebahagiaan hidup anak saat ini dan kelak ketika dewasa.

Demikian pencerahan yang dituangkan dalam tulisan ini, kiranya menjadi motivasi bagi setiap orang tua untuk lebih bertanggung jawab terhadap masa depan anak. Keberhasilan anak dalam pendidikan formal atau dalam berkarier tidak tergantung hanya pada institusi sekolah dan lingkunan masyarakat melainkan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang diberikan dalam lembaga keluarga yang dibangun.

Akhirnya saya mengajak Bapak/Ibu para pembaca yang budiman kiranya dalam mengemban tugas sebagai orang tua agar jadilah pendidik yang berkualitas dengan tetap menjunjung kemerdekaan berpendapat dan kemandirian si anak, maka niscaya kita memiliki generasi penerus bangsa yang berkualitas dan kompetitif dalam membangun Provinsi Nusa Tenggara Timur tercinta khususnya dan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada umumnya.

"Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya keduaorangtuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, seorang Nasrani, atau seorang Majusi " (HR. Bukhari).
Sabda Rasulullah SAW diatas, merupakan satu hal penting yang menujukkan fitrah seorang anak yang terlahir layaknya selembar kertas putih dan nantinya orang terdekatnya yaitu kedua orangtuanya yang akan menggoreskan warna apa yang mereka bubuhkan dalam lembaran putih yang masih suci tersebut.
Warna yang ada itulah yang akan menjadi dasar bagi seorang anak untuk tumbuh dan nantinya berkembang menjadi sosok manusia yang tidak akan jauh berbeda dengan bekal yang ia dapat. Orangtua yang terdiri dari ayah dan ibu adalah dua orang yang paling bertanggungjawab dalam memelihara dan menjaga amanah yang telah ALLAH SWT berikan. Keduanya memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan seorang anak. Namun, dalam pelaksanaannya peran seorang ibulah yang sebenarnya paling menentukan pendidikan seperti apa yang akan ia terapkan. Jikalau kita bertanya, mengapa peran ummahat (kaum ibu) lebih berperan maka jawabnya adalah karena memang ummahat adalah pihak yang paling merasakan perjuangan dalam masa tumbuh kembang anak sejak ia dalam kandungan, dilahirkan hingga nantinya membesarkan. Alasan yang lain karena memang waktu kebersamaan seorang anak dalam masa pertumbuhannya lebih banyak ia habiskan bersama ibunya dibandingkan dengan waktu kebersamaannya dengan ayahnya.

Dalam hal ini, dengan tidak menafikan sebuah peran ayah dalam mendidik putranya, kita melihat bahwasannya memang adanya pembagian tugas dalam kehidupan berumahtangga. Seorang ayah lebih berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan cara menafkahi dan seorang ummahat lebih berperan dalam menjaga amanah dari suaminya untuk memelihara harta, termasuk didalamnya adalah amanah menjaga anak. Hal tersebut tampak pada sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa "Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah ". Lalu bila kita bertanya, siapakah wanita shalihah itu, "Kalau dipandang menyenangkan hati, kalau diperintah ia taat, kalau ditinggal pergi ia menjaga diri dan harta suaminya".

Secara otomatis, ummahat adalah pihak yang paling menentukan. bagaimana proses sebuah tahap mendidik itu akan berlangsung dengan baik dan benar. Mendidik anak termasuk didalamnya memenuhi kebutuhannya baik itu secara jasmani maupun rohani adalah sebuah tahapan yang tidak bisa dikatakan mudah. Perlu ilmu serta pengalaman yang mencukupi agar seorang anak didik dapat tumbuh menjadi anak yang baik. "Baik" dalam konteks ini adalah anak yang sholeh dan sholehah. Nah, pertanyaan lain yang muncul adalah bagaimana mungkin seorang ibu yang tidak sholehah berharap akan mampu mendidik anak yang harapannya nanti berbudi pekerti baik serta memiliki landasan agama yang baik pula. Jadi, dalam hal ini tuntutan untuk melahirkan anak sholeh terkait erat dengan pihak ummahat yang bersangkutan. Persiapan untuk menjadi ummahat yang sholehah adalah sebuah proses panjang yang harus dipersiapkan oleh setiap calon ummahat yang ingin melahirkan generasi yang terbaik.

Kapankah saatnya calon ummahat untuk belajar menjadi ummahat yang terbaik. Jawabnya adalah sedini mungkin, semenjak akhil baligh telah ia lalui, maka kewajibannya tidak hanya menjadi seorang anak yang patuh kepada orangtuanya tetapi ia juga harus belajar untuk bersiap diri menjadi ummahat yang terbaik.

Ada beberapa langkah praktis dalam mempersiapkan diri menjadi ummahat, yang dimulai smenjak dini, langkah tersebut adalah :
1. Persiapan Ilmu

Ilmu disini adalah ilmu yang mencakup untuk semua konteks kehidupan. Ilmu agama adalah pegangan yang utama dan ilmu-ilmu yang lain merupakan bekal pendukung yang akan membantu calon ummahat untuk mengenali lingkungan dan memperoleh wawasan umum seluas-luasnya. Ilmu itulah yang nantinya akan berguna bagi dirnya serta bagi orang-orang disekitarnya, termasuk didalamnya adalah ilmu mendidik anak. Untuk mendapatkan ilmu itu, berbagai hal dapat ia lakukan seperti membaca buku,, bertanya pada ustadz, berdiskusi dengan teman hingga secara langsung bertanya tentang pengalaman pada seorang ummahat dalam membesarkan anak.
2. Persiapan Mental

Fitrah seorang wanita nantinya adalah menjadi seorang ummahat. Hal inilah yang harus disadari bagi seorang calon ummahat. Usia tertentu bukanlah tolak ukur yang patut kita kategorikan sebagai waktu yang matang utnuk memikirkan masa depan. Sedini mungkin seorang calon ummahat harus menyadari perannya kelak akan ikut menentukan nasib generasi mendatang. Kesadaran akan peran penting yang akan disandang inilah yang nantinya dapat menjadi sebuah rem untuk calon ummahat dalam berperilaku dan bertindak. Menjadikan Islam sebagai landasan utama dan tujuan untuk melahirkan generasi Robbani yang terbaik akan menghadirkan kehati-hatian calon ummahat dalam menjalani hidupnya. Bagimana mungkin ia berharap dapat melahirkan generasi terbaik, bila dirinya sendiri tidak dapat mencerminkan sebagai pribadi yang baik.
3. Persiapan Ketrampilan

Ketrampilan disini merupakan aplikasi dari sebauh ilmu yang diwujudkan secara langsung pada tindakan yang nyata. Ketrampilan yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga harusnya mulai dipelajari sedini mungkin. Sebuah proses belajar itulah yang nantinya akan menjadi jalan terwujudnya ummahat yang terampil dan nantinya mampu menjadi diri yang mandiri. Selain itu, persiapan sedini mungkin akan lebih baik sifatnya, karena ia akan memiliki waktu belajar yang lebih lama dan akhirnya memiliki banyak pengalaman. Penglaman-penglaman yang telah dilalui tersebut tentunya akan menjadi guru yang terbaik untuknya.
4. Persiapan Kesabaran

Sabar adalah sebuah kata yang mendamaikan, mudah dikatakan tetapi tak semudah itu untuk dilaksanakan. Sabar secara garis besar terbagi dalam tiga hal, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam kemaksiatan dan sabar dalam menerima cobaan, Sabar adalah tampak dalam kelapangan daada, dan adanya keyakinan bahwasannya akan datang petolongan ALLAH SWT yang akan diberikan kepada orang-orang yang bersabar.
"Fainna ma'al'usri yusraa inna ma'al usli yusraa' Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Inilah yang dapat dijadikan sebagai calon ummahat. Janji ALLAH SWT akan kemudahan yang akan diberikan setelah kita melalui berbagai kesulitan. Persiapan menjadi ummahat yang tangguh bukanlah persiapan mudah yang tanpa melalui banyak cobaan serta tantangan. Maka, kesabaran yang bertahta dalam diri akan lebih membantu bagi seorang muslimah saat ia menjadi calon ummahat atau nantinya ia telah berperan sebagai ummahat sesungguhnya.
Itulah beberapa hal yang sebaiknya diketahui sedini mungkin bagi calon ummahat yang nantinya ingin melahirkan generasi Robbani terbaik yang akan menjadi ladang amal baginya dan akan mewujudkan generasi penerus yang cerdas dan tangguh karena Al-Quran dan As-Sunnah selalu dijadikan pegangan.


Proses Pendidikan
Pendidikan merupakan proses transformasi budaya. Pendidikan merupakan proses pewarisan budaya, dan sekaligus pengembangan budaya. Education enables people and societies to be what they can be. Pendidikan membuat manusia dan masyarakat menjadi apa yang mereka inginkan. Demikian Bill Richardson berpesan kepada kita.
• Untuk mewariskan budaya tersebut, proses pendidikan dilakukan melalui tiga upaya yang saling kait mengait, yaitu: (1) pembiasaan (habit formation), (2) proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan (3) keteladanan (role model). Secara lebih lengkap, bacalah tulisan Fuad Hassan, mantan Mendikbud, dalam buku referensi Pendidikan Manusia Indonesia (Widiastono, 2004: 52).
• Immanuel Kant menyebutkan bahwa manusia merupakan animal educancum dan animal educandus, mahluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Oleh karena itu, maka sama sekali tidak benar jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa “anak itu tidak dapat dididik”. Tidak! Proses dan metode yang digunakanlah yang kemungkan tidak tepat digunakan. Justru anak manusia akan menjadi manusia jika melalui proses pendidikan, melalui ketiga upaya tersebut.
• Manusia adalah pengemban budaya (culture bearer), dan dia akan mewariskan kebudayaannya tersebut kepada keturunannya. Proses pendidikan tidak lain merupakan proses transformasi budaya, yakni proses untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda.
• Pengertian pendidikan jauh lebih luas dari pengertian pengajaran. Proses pendidikan bukan hanya sebagai pengalihan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik (transfer of knowledge and skills) tetapi juga pengalihan nilai-nilai sosial dan budaya (transmission of social and culture values and norms). Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang hal ini, cobalah buat tabel yang membedakan antara keduanya. Baca buku referensi, dan cari materi yang terkait dengan perbedaan pendidikan dan pengajaran.

Pendidikan Sebagai Kegiatan Ilmu dan Seni
Masalah pendidikan mikro yang menjadi focus disini khususnya ialah dasar dan landasan pendidikan serta landasan ilmu pendidikan yaitu manusia atau sekelompok kecil manusia dalam fenomena pendidikan.
1. Pendidikan dalam Praktek Memerlukan teori
Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.
Kita baru saja menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 20 tahun (1978-1998) dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan secara damai tahun 1998, setelah krisis multidimensional melanda dan memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun 1997, bahkan sejak 27 Juli 1996 sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 1997. itu adalah contoh pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar ruang penataran. Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau Pancasila Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya secara moral dan sosial. Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955).
2. Pendidikan Sebagai Kegiatan Ilmu
Masalah pendidikan mikro yang menjadi fokus di sini khususnya ialah dasar dan landasan pendidikan serta landasan ilmu pendidikan yaitu manusia atau sekelompok kecil manusia dalam fenomena pendidikan.

1. Pendidikan dalam Praktik Memerlukan teori
Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktik di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktik harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori, tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika, dan aji mumpung.
Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral
Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955). “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Itu berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial, dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktik dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktik) pendidikan tanpa dasar teorinya, tetapi suatu praktik pendidikan tanpa suatu teori yang baik.

2. Landasan Sosial dan Individual Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial, dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung dalam skala relatif terbatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya.
Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara.
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antardesa, antarsekolah, antarkecamatan, antarkota, masyarakat antarsuku dan masyarakat antarbangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat.
Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.

C. Ilmu Pendidikan
Uraian di atas mengisyaratkan bahwa praktik pendidikan sebagai ilmu yang sekadar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Fakta pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif dibawah 100 % (bahkan 60 %). Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyerap dan meresapi penghayatan 100 % melampaui tujuan-tujuan sosialisasi, mencapai internaliasasi (mikro) dan hendaknya juga enkulturasi (makro). Itulah perbedaan esensial antara pendidikan (yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif) dan kegiatan mengajar yang paling-paling menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara pengajaran dengan mengajar dan mendidik.

1. Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan
Jelaslah bahwa telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogic (pendidikan anak) dan data andragogi (Pendidikan orang dewasa). Adapun data itu mencakup fakta dan nilai serta jalinan antara keduanya.
Data faktual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi (fenomena) yang ditelaah Ilmuwan itu (pedagogi dan andragogi) secara empiris. Begitu pula data nilai (yang normative) tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah. Tetapi tidak berarti bahwa filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu.



2. Telaah ilmiah dan kontribusi ilmu bantu
Bidang masalah yang ditelaah oleh teori pendidikan sebagai ilmu ialah sekitar manusia dan sesamanya yang memiliki kesamaan dan keragaman di dalam fenomena pendidikan. Yang menjadi inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu mengenai tealaah atau studi pendidikan anak oleh orang dewasa.
Pedagogik teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematik dan pembahasannya. Tetapi pendidikan (pedagogi) diperlukan juga oleh semua orang termasuk orang dewasa dan lanjut usia.

D. Filsafat Ilmu Pendidikan
Filsafat keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.

1. Dasar ontologis ilmu pendidikan
Agar pendidikan dalam praktik terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Di dalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapi, pada latar mikro sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro.
Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi pula, terlepas dari faktor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian maka menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.

2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidik atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula, telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis.
Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).


3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan.
Dengan demikian, ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku.

4. Dasar antropologis ilmu pendidikan
Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia di sekitarnya. Atas dasar pandangan filsafat yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas.

E. Perangkat Asumsi Filosofis Pendidikan Guru
Program Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (PGBK) dikembangkan bertolak dari perangkat kompetensi yang diperkirakan dipersyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas keguruan dan kependidikan yang telah ditetapkan dan bermuara pada pendemonstrasian perangkat kompetensi tersebut oleh siswa calon guru setelah mengikuti sejumlah pengalaman belajar.
Perangkat kompetensi yang dimaksud, termasuk proses pencapaiannya, dilandasi oleh asumsi-asumsi filosofis, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dianggap benar, baik atas dasar bukti-bukti empirik, dugaan-dugaan maupun nilai-nilai masyarakat berdasarkan Pancasila. Asumsi-asumsi tersebut merupakan batu ujian di dalam menilai perancangan dan implementasi program dari penyimpangan-penyimpangan pragmatis ataupun dari serangan-serangan konseptual.
Asumsi-asumsi yang dimaksud mencakup 7 bidang yaitu yang berkenaan dengan hakekat-hakekat manusia, masyarakat, pendidikan, subjek didik, guru, belajar-mengajar dan kelembagaan. Tentu saja hasil kerja tersebut perlu dimantapkan dan diverifikasi lebih jauh melalui forum-forum yang sesuai seperti Komisi Kurikulum, Konsorsium Ilmu Kependidikan.

0 komentar:

Posting Komentar